Welcome text

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 05 November 2014

Tarian Daerah Bengkulu Tari Andun


Tarian Daerah Bengkulu Tari Andun

Tari Andun Bengkulu Sumater Selatan
Tarian Daerah Bengkulu Sumater Selatan Tari Andun. Tari Andun berasal dari daerah Bengkulu. Tarian ini dilakukan pada saat pesta pernikahan. Para penari dari tarian ini biasanya dilakukan oleh remaja putra dan putri secara berpasangan pada malam hari dengan diringi musik kolintang. Menurut cerita pada zaman dahulu, tari ini biasanya digunakan sebagai sarana mencari jodoh setelah selesai panen padi. Itulah sebabnya tarian ini dilakukan oleh para remaja putra dan putri.

Tarian ini juga dilakukan saat Beterang atau saat seorang anak perempuan sudah melewati masa balita.
Seiring berkembangnya zaman dan untuk melestarikannya saat ini tarian andun dilakukan sebagai salah satu sarana hiburan bagi masyarakat, khususnya bujang gadis. Selain itu tarian ini merupakan tarian yang gunanya untuk menyambut para tamu yang dihormati. Seperti para pejabat atau tamu Negara dan para wisatawan guna memperkenalkan tarian ini lebih luas lagi.
Itulah penjelasan singkat mengenaik tarian yang berasal dari Bengkulu sumatera utara Tari Andun. Semoga dengan adanya penjelasan ini kita dapat mengenal dan melestarikan kesenian yang ada di Indonesia.

seni tari tor tor

tortor1.jpg Tor-Tor berasal dari suara entakan kaki penarinya di atas papan rumah adat Batak. Penari bergerak dengan iringan Gondang.
Sejarah dan Makna
Menurut Togarma Naibaho, pendiri Sanggar budaya Batak, Gorga, kata Tor-tor berasal dari suara entakan kaki penarinya di atas papan rumah adat Batak. Penari bergerak dengan iringan Gondang yang juga berirama mengentak. \\\"Tujuan tarian ini dulu untuk upacara kematian, panen, penyembuhan, dan pesta muda-mudi. Dan tarian ini memiliki proses ritual yang harus dilalui,\\\" (Mengupas Sejarah dan Makna Tari Tor-Tor, National Geographic Indonesia, 14/6/2012).

Dalam Tari Tor-Tor ada tiga pesan ritual yang utama. Pertama-tama, takut dan taat pada Tuhan, sebelum tari dimulai harus ada musik persembahan pada Yang Maha Esa. Kemudian dilanjutkan pesan ritual untuk leluhur dan orang-orang masih hidup yang dihormati. Terakhir, pesan untuk khalayak ramai yang hadir dalam upacara. Barulah dilanjutkan ke tema apa dalam upacara itu.

Makna tarian ini ada tiga, selain untuk ritual juga untuk penyemangat jiwa. Seperti makanan untuk jiwa. Makna terakhir sebagai sarana untuk menghibur, imbuh mantan pengajar Seni Rupa dan Desain di Universitas Trisakti, Jakarta itu.

Durasi Tari Tor-tor bervariasi, mulai dari tiga hingga sepuluh menit. Di tanah Batak, hal ini tergantung dari permintaan satu rombongan yang mau menyampaikan suatu hal ke rombongan lain. Dimintalah satu buah lagu pada pemusik. Jika maksud sudah tersampaikan, barulah tarian dihentikan.

Tarian ini akhirnya bertransformasi di Ibu Kota karena mulai ditampilkan di upacara perkawinan. Jika sudah sampai di upacara ini, bentuknya bukan lagi ritual melainkan hiburan. Karena menjadi tontonan dan tidak semua yang hadir ikut terlibat dalam tarian tersebut.

Memang belum ada buku yang mendeskripsikan rekam sejarah Tari Tor-tor dan Gondang Sembilan. Namun, ditambahkan oleh Guru Besar Tari Universitas Indonesia Edi Sedyawati, sudah ada pencatatan hasil perjalanan di zaman kolonial yang mendeskripsikan Tari Tor-tor.

Meski demikian, sama seperti kebudayaan di dunia ini, Tari Tor-tor juga mengalami pengaruh dari luar yaitu India. Bahkan jika ditelusuri lebih jauh pengaruhnya bisa tercatat hingga ke Babilonia.

Gondang Sembilan
Tari Tor-tor selalu ditampilkan dengan tabuhan Gondang Sembilan. Warga Mandailing biasanya menyebutnya Gordang Sembilan, sesuai dengan jumlah gendang yang ditabuh.

Jumlah gendang ini merupakan yang terbanyak di wilayah Suku Batak. Karena gendang di wilayah lainnya seperti Batak Pakpak hanya delapan buah, Batak Simalungun tujuh buah, Toba enam buah, dan di Batak Karo tingga tersisa dua buah gendang.

Menurut analisa Togarma, banyaknya jumlah gendang ini ada hubungannya dengan pengaruh Islam di Mandailing. Di mana besarnya gendang hampir sama dengan besar bedug yang ada di masjid. Ada kesejajaran dengan agama Islam. Bunyi gendangnya pun mirip seperti bedug.

Gendang ini juga punya ciri khas lain yakni pelantun yang disebut Maronang onang. Si pelantun ini biasanya dari kaum lelaki yang bersenandung syair tentang sejarah seseorang, doa, dan berkat. Senandungnya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunitas peminta acara, imbuh Togarma.

Gerakan dan Jenis Tari Tor-Tor
Gerakan tarian ini seirama dengan iringan musik (magondangi) yang dimainkan menggunakan alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak, dan lain-lain.

Menurut sejarah, tari tor tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh. Roh tersebut dipanggil dan \\\"masuk\\\" ke patung-patung batu (merupakan simbol leluhur).

Patung-patung tersebut tersebut kemudian bergerak seperti menari, tetapi dengan gerakan yang kaku. Gerakan tersebut berupa gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan.

Jenis tari tor tor beragam. Ada yang dinamakan tor tor Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar. Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi pesta terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan jeruk purut agar jauh dari mara bahaya. Selanjutnya ada tari tor tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja.

Tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung). Terakhir, ada tor tor Tunggal Panaluan yang merupakan suatu budaya ritual. Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah.

Tunggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah, dan Benua bawah. Dahulu, tarian ini juga dilakukan untuk acara seremoni ketika orangtua atau anggota keluarganya meninggal dunia.

Ragam Tor-tor
Jenis tarian tor-tor banyak ragamnya, yakni:
  1. Tor tor Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar. Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi pesta terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan jeruk purut agar jauh dari mara bahaya.
  2. Tor tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja. Tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung). 
  3. Tor tor Tunggal Panaluan . Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah. Tunggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah, dan Benua bawah.
Tor-Tor pada jaman sekarang untuk orang Batak tidak lagi hanya diasumsikan dengan dunia roh, tetapi menjadi sebuah seni karena Tor-Tor menjadi perangkat budaya dalam setiap kegiatan adat orang Batak.


Selasa, 04 November 2014

Seni Tari Reog Ponorogo

Seni Tari Reog Ponorogo
Reog1

Satu diantara banyak seni tarian di Jawa Timur yang masih terus dilestarikan adalah reog. Seni ini berasal dari bagian barat laut. Ponorogo dianggap sebagai kota asal reog sebenarnya, sehingga disebut dengan Reog Ponorogo. Salah satu budaya Indonesia ini kental dengan hal-hal berbau mistis, sehingga sering diidentikkan dengan dunia hitam, dunia kekuatan supranatural.
Permainan seni reog selalu diiringi dengan musik tradisional atau disebut juga dengan gamelan. Peralatan musik yang biasanya digunakan sebagai pengiring reog yaitu gong, terompet, kendang, ketipung, dan angklung.
Masyarakat biasanya mementaskan reog saat acara khitanan, pernikahan, hari-hari besar nasional, dan festival tahunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Ponorogo. Festival tersebut terdiri dari Festival Reog Nasional, Festival Reog Mini Nasional dan Pertunjukan pada Bulan Purnama yang diselenggarakan di alun-alun Ponorogo. Festival Reog Nasional selalu dilaksanakan setiap tahun menjelang bulan Muharam atau dalam traidisi Jawa disebut dengan bulan Suro. Pertunjukan ini merupakan rentetan acara–acara Grebeg Suro dan Ulang Tahun Kota Ponorogo.
Grebeg Suro merupakan event budaya tersebar di kabupaten Ponorogo yang diselenggarakan dalam rangka menyongsong Tahun Baru Islam atau Tahun baru Saka yang sering dikenal sebagai tanggal satu Suro. Pagelaran kesenian Reog akbar ini bertaraf nasional sehingga pesertanya pun berasal dari berbagai daerah di Indonesia bahkan pernah yang berasal dari luar negeri. Pertujukan ini menjadi salah satu andalan pemerintah daerah Ponorogo dalam meningkatkan daya tarik bagi wisatawan lokal maupun manca negara.
Demikian pula dengan dengan Festival Reog Mini tingkat nasional. Seluruh pesertanya adalah generasi muda atau golongan remaja. Mereka rata–rata masih duduk dibangku sekolah di tingkat SD atau SMP. Mereka adalah generasi penerus kesenian Reog yang nampaknya semakin berkembang. Pola kegiatannya hampir sama dengan Festival Reog Nasional, hanya saja yang berbeda adalah peserta, selain itu waktu pelaksanaannya adalah bulan Agustus.
Agenda pertunjukan kesenian reog yang lain dan tak kalah ramai dari pengunjung adalah pertunjukan Reog Bulan Purnama. Pentas ini rutin dilaksanakan bertepatan dengan malam bulam purnama. Peserta dari pentas ini adalah grup–grup lokal yang diwakilkan melalui kecamatan – kecamatan. Biasanya pentas ini disertai dengan beberapa pertunjukan tari garapan dari Sanggar seni di ponorogo atau kesenian lainnya.
Pementasan Reog Ponorogo
Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian dua sampai tiga tarian pembukaan. Enam sampai delapan pria gagah berani dengan pakaian serba hitam dan muka dipoles warna merah membawakan tarian pertamanya. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Selanjutnya enam sampai delapan gadis yang menaiki kuda melanjutkan tarian reog. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki berpakaian wanita. Biasanya, sebagai tarian pembukanya, beberapa anak kecil membawakan tarian dengan berbagai adegan lucu. Tarian ini disebut Bujang Ganong atau Ganongan.
Setelah mereka membawakan tarian pembukaan, ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka mereka menampilkan adegan percintaan. Bila acara khitanan, biasanya cerita pendekar.
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang, kadang-kadang dengan penonton. Terkadang bila seorang pemain yang sedang pentas kelelahan dapat digantikan oleh yang lain. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penonton. Adegan terakhir adalah singa barong. Pemain memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topengnya bisa mencapai 50-60 kg. Mereka membawa topeng tersebut dengan giginya. Kemampuan membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diperoleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.
Asal Mula Reog
Meski terdapat berbagai versi terkait asal mula reog, tapi cerita yang paling populer dan berkembang di masyarakat adalah cerita tentang pemberontakan seorang abdi kerajaan pada masa kerajaan Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yang bernama Ki Ageng Kutu Suryonggalan. Bhre Kertabhumi merupakan raja Majapahit yang berkuasa pada abad ke-15.
Raja ini sangat korup dan tidak pernah memenuhi kewajiban layaknya seorang raja, sehingga membuat Ki Ageng Kutu murka kepada sang raja. Apalagi terhadap permaisurinya yang keturunan Cina itu memiliki pengaruh kuat terhadap kerajaan. Bukan hanya itu saja, rekan-rekan permaisurinya yang keturunan Cina mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Ki Ageng Kutu memandang, kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Lalu dia meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan yang mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan kepada anak-anak muda. Harapannya, anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sukur-sukur bisa melakukan perlawanan terhadap kerajaan.
Hanya saja, Ki Ageng Kutu menyadari, bahwa pasukannya terlalu kecil melakukan perlawanan terhadap pasukan kerajaan. Maka dari itu, Ki Ageng Kutu hanya bisa menyampaikan pesan dan sindirian melalui pertunjukan seni Reog. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog. Seni reog digunakan oleh Ki Ageng Kutu sebagai sarana mengumpulkan massa untuk melakukan perlawanan terhadap kerajaan. Hal terpenting adalah sebagao saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu untuk menyindirnya.
Dalam pertunjukannya, ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai \\\"Singa barong\\\". Kemudian topeng berbentuk raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi. Diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya. Jatilan, diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit. Ini menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tokohnya disebut dengan Jathil. Sementara Warok adalah orang yang memiliki tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih.

Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya. Pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Meski begitu, kesenian Reog sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning Namun, di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan \\\"kerasukan\\\" saat mementaskan tariannya.
Versi lainnya mengenai asal-usul Reog adalah cerita tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya. Sang Prabu ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia bernama Pujangganong. Sang prabu menemukan pujaan hatinya, ia jatuh hatu kepada putri Kediri yang bernama Dewi Sanggalangit. Putri Kediri ini mau menerima Prabu Kelana asal dengan satu syarat, sang prabu harus bisa menciptakan sebuah kesenian baru. Diciptakanlah kesenian tersebut yang dikenal dengan reog dengan memasukan unsur mistis yang kekuatan spiritual, sehingga memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo.

Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
Namun, perubahan zaman dan perilaku manusia menyebabkan terjadinya pergeseran makna yang terkandung dalam kesenian Reog Ponorogo. Masyarakat Ponorogo saat ini mengganggap kesenian reog merupakan pelengkap dari sebuah acara atau hanya berupa sebuah hiburan saja. Misalnya pementaasan reog dilombakan pada acara-acara tertentu untuk memeriahkan acara tersebut, salah satunya perlombaan dalam festival.

Galeri Gambar



Budaya Terkait


Tari Pendet

Tari Pendet

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman ini
Tari Pendet.jpg
Penari pendet memegang bokor tempat bunga yang akan ditaburkan.
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi (? - 1967).[butuh rujukan]
Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis.[butuh rujukan]
Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya.[butuh rujukan]

Kontroversi Pendet 2009

Tari pendet menjadi sorotan media Indonesia karena tampil dalam program televisi Enigmatic Malaysia Discovery Channel. Menurut pemerintah Malaysia, mereka tidak bertanggung jawab atas iklan tersebut karena dibuat oleh Discovery Channel Singapura,[1] kemudian Discovery TV melayangkan surat permohonan maaf kepada kedua negara, dan menyatakan bahwa jaringan televisi itu bertanggung jawab penuh atas penayangan iklan program tersebut.[2] Meskipun demikian, insiden penayangan pendet dalam program televisi mengenai Malaysia ini sempat memicu sentimen Anti-Malaysia di Indonesia.

Tari Serimpi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sang penari sedang memperagakan tari serimpi.
Tari serimpi merupakan tari klasik yang berasal dari Jawa Tengah.[1][2] Tari klasik sendiri mempunyai arti sebuah tarian yang telah mencapai kristalisasi keindahan yang tinggi dan sudah ada sejak zaman masyarakat feodal serta lahir dan tumbuh di kalangan istana.[3]
Kebudayaan tari yang sudah banyak dipentaskan ini memiliki gerak gemulai yang menggambarkan kesopanan, kehalusan budi, serta kelemah lembutan yang ditunjukkan dari gerakan yang pelan serta anggun dengan diiringi suara musik gamelan.[4][5] Tari serimpi Jawa ini dinilai mempunyai kemiripan dengan tari Pakarena dari Makasar, yakni dilihat dari segi kelembutan gerak para penari.[6]
Sejak dari zaman kuno, tari Serimpi sudah memiliki kedudukan yang istimewa di keraton-keraton Jawa dan tidak dapat disamakan dengan tari pentas yang lain karena sifatnya yang sakral.[7] Dulu tari ini hanya boleh dipentaskan oleh orang-orang yang dipilih keraton.[7] Serimpi memiliki tingkat kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang kekuasaan raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meskipun sifatnya tidak sesakral tari Bedhaya.[7][8][9]
Dalam pagelaran, tari serimpi tidak selalu memerlukan sesajen seperti pada tari Bedhaya, melainkan hanya di waktu-waktu tertentu saja.[8] Adapun iringan musik untuk tari Serimpi adalah mengutamakan paduan suara gabungan, yakni saat menyanyikan lagu tembang-tembang Jawa.[8]
Serimpi sendiri telah banyak mengalami perkembangan dari masa ke masa, di antaranya durasi waktu pementasan.[10] Kini salah satu kebudayaan yang berasal dari Jawa Tengah ini dikembangkan menjadi beberapa varian baru dengan durasi pertunjukan yang semakin singkat.[10] Sebagai contoh Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit dan juga Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit yang awal penyajiannya berdurasi kurang lebih 60 menit.[11]
Selain waktu pagelaran, tari ini juga mengalami perkembangan dari segi pakaian.[12] Pakaian penari yang awalnya adalah seperti pakaian yang dikenakan oleh pengantin putri keraton dengan dodotan dan gelung bokor sebagai hiasan kepala, saat ini kostum penari beralih menjadi pakaian tanpa lengan, serta gelung rambut yang berhiaskan bunga ceplok, dan hiasan kepala berupa bulu burung kasuari.[12][13]

Sejarah dan filosofi

Kemunculan tari Serimpi berawal dari masa kejayaan Kerajaan Mataram saat Sultan Agung memerintah pada tahun 1613-1646.[14] Tarian ini dianggap sakral karena hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk ritual kenegaraan sampai peringatan kenaikan tahta sultan.[14] Pada tahun 1775 Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta.[14] Perpecahan ini berimbas pada tari Serimpi sehingga terjadi perbedaan gerakan, walaupun inti dari tariannya masih sama.[14] Tari ini muncul di lingkungan keraton Surakarta sekitar tahun 1788-1820.[10] Dan mulai tahun 1920-an dan seterusnya, latihan tari klasik ini dimasukkan ke dalam mata pelajaran Taman-taman siswa Yogyakarta dan dalam perkumpulan tari serta karawitan Krida Beksa Wirama.[8] Setelah Indonesia merdeka, tari ini kemudian juga diajarkan di akademi-akademi seni tari dan karawitan pemerintah, baik di Solo maupun di Yogyakarta.[8]
Awalnya tari ini bernama Srimpi Sangopati yang merujuk pada suatu pengertian, yakni calon pengganti raja.[15] Namun, Serimpi sendiri juga mempunyai arti perempuan.[16] Pendapat yang lain, menurut Dr. Priyono, nama serimpi dapat dikaitkan ke akar kata “impi” atau mimpi.[14] Maksudnya adalah ketika menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu, para penonton seperti dibawa ke alam lain, yakni alam mimpi.[14]
Mahabarata, salah satu kisah yang diabadikan dalam tari Serimpi.
Kemudian terkait dengan komposisinya, menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari dunia yakni: Grama ( api), Angin ( udara), Toya (air), Bumi ( tanah).[10][14][17] Komposisinya yang terdiri dari empat orang tersebut membentuk segi empat yang melambangkan tiang pendopo.[14] Adapun yang digambarkan dalam pagelaran tari serimpi adalah perangnya pahlawan-pahlawan dalam cerita Menak, Purwa, Mahabarata, Ramayana, sejarah Jawa dan yang lain atau dapat juga dikatakan sebagai tarian yang mengisahkan pertempuran yang dilambangkan dalam dua kubu (satu kubu berarti terdiri dari dua penari) yang terlibat dalam suatu peperangan.[16][17][18] Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua Hal. yang bertentangan antara baik dan buruk, antara benar dan salah, serta antara akal manusia dan nafsunya.[14] Keempat penarinya biasanya berperan sebagai Batak, Gulu, Dhada dan Buncit.[10]
Sri Sultan Hamengkubuwana VII, penggagas tari Serimpi bersenjatakan pistol.
Tema perang dalam tari Serimpi menurut Raden Mas Wisnu Wardhana, merupakan penggambaran falsafah hidup ketimuran.[14] Peperangan dalam tari Serimpi merupakan simbol pertarungan yang tak kunjung habis antara kebaikan dan kejahatan.[14] Bahkan tari Serimpi dalam mengekspresikan gerakan tari perang terlihat lebih jelas karena dilakukan dengan gerakan yang sama dari dua pasang prajurit melawan prajurit yang lain dengan bantuan properti tari berupa senjata.[14] Senjata yang digunakan dalam tari ini, antara lain berupa keris kecil atau cundrik, jembeng (semacam perisak), dan tombak pendek.[14] Pada zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana VII, yaitu pada abad ke-19, ada pula tari Serimpi yang senjatanya berupa pistol yang ditembakkan ke arah bawah.[12]
Pertunjukkan tari asal Jawa Tengah ini biasanya berada di awal acara karena berfungsi sebagai tari pembuka, selain itu, tari ini terkadang juga ditampilkan ketika ada pementasan wayang orang.[16][19] Sampai sekarang tari Serimpi masih dianggap sebagai seni yang adhiluhung serta merupakan pusaka keraton.[14]

Jenis-jenis

Pagelaran Tari Serimpi Renggawati
Tarian Serimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, dan Serimpi Genjung.[14][20] Untuk Kesultanan Surakarta, Serimpi digolongkan menjadi Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan.[14] Salah satu jenis tari Serimpi yang lain adalah Serimpi Renggawati yang dipentaskann oleh lima orang, yakni empat penari ditambah dengan satu penari sebagai putri Renggawati.[18] Adapun kisah yang diceritakan adalah kisah Angling Dharma, seorang putra mahkota yang masih muda dan terkena kutukan menjadi burung Mliwis.[18] Dia akan dapat kembali ke wujud semula jika badannya tersentuh oleh tangan seorang putri cantik jelita (putri Renggawati).[18] Semua peristiwa ini dicerminkan dalam tari-tarian yang digelar oleh para penari serimpi Renggawati yang diakhiri dengan sebuah kebahagiaan.[18]
Di luar tembok keraton, ada tari Serimpi yang juga ditarikan oleh lima penari, yakni Serimpi Lima.[9] Tari ini berkembang di wilayah pedesaan, yakni di tengah-tengah masyarakat desa Ngadireso, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang, Jawa Timur.[9] Di desa Ngadireso, Serimpi akan digelar saat ada upacara ruwatan, yakni suatu proses pembersihan diri yang bertujuan untuk menghilangkan nasib buruk serta aura negatif dalam diri seseorang yang dilakukan dengan cara tertentu.[21][22] Adapun ruwatan yang dilakukan adalah ruwatan murwakala, yakni ruwatan yang dilakukan untuk menyelamatkan atau melindungi seseorang yang diyakini akan menjadi mangsa atau makananan Bethara Kala.[9] Meskipun begitu, Serimpi ini bertemakan kegembiraan, erotik, dan sakral.[23] Serimpi Lima merupakan wujud dari gagasan dan aktivitas masyarakat pemiliknya.[23] Keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosio-kultural karena dalam lingkungan etnik, perilaku mempunyai wewenang yang amat besar dalam menentukan keberadaan kesenian termasuk tari tradisional.[23]
Pagelaran Tari Serimpi Ludiramadu
Bentuk serimpi tertua menurut sumber tertulis, diciptakan oleh Sri Pakubuwana V pada tahun Jawa 1748 atau sekitar tahun 1820-1823, yakni Serimpi Ludiramadu.[2] Tari ini diciptakan olehnya untuk mengenang ibunya yang berdarah Madura.[24] Untuk bentuk terbaru serimpi adalah Serimpi Pondelori, gubahan para guru perkumpulan tari Yogyakarta, kemudian ada Among Beksa yang dipentaskan oleh delapan orang penari dengan mengambil tema Menak.[2]
Pagelaran Tari Serimpi Pondelori
Serimpi Pondelori sendiri adalah suatu bentuk tari Serimpi khas Yogyakarta yang dipentaskan oleh empat orang.[15] Isinya adalah sebuah pertengkaran antara Dewi Sirtupilaeli dan Dewi Sudarawerti yang memperebutkan cinta dari Wong Agung Jayengrana, pangeran dari negeri Arab.[15]. Di akhir cerita tidak terjadi kekalahan maupun kemenangan karena dua kubu yang berseteru akhirnya semua dinikahi oleh pangeran.[15]
Kemudian ada tari Serimpi Cina.[15] Yang membedakan dari tari ini adalah penarinya mengenakan baju khas orang Cina.[15] Biasanya tari yang satu ini dibawakan di Istana Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.[15]
Selanjutnya adalah tari Serimpi Pamugrari, dinamakan seperti itu karena musik pengiringnya menggunakan gending pramugari.[15] Untuk senjata yang dibawa saat menari adalah pistol.[15]

seni tari sekapur sirih


Tari Sekapur Sirih1.jpg Orang penting yang melancong ke tanah Jambi pastilah beruntung karena akan disuguhkan gerak tari yang lembut dan halus berkolaborasi dengan iringan musik dan syair yang agung. Tari tersebut ialah Tari Sekapur Sirih. Tari ini merupakan tarian selamat datang kepada tamu-tamu besar di Provinsi Jambi.

Tarian ini diciptakan oleh Firdaus Chatab pada tahun 1962. Pada tahun 1967 tarian ini ditata ulang oleh OK Hendri BBA. Tari ini mendeskripsikan perasaan lapang dan terbuka yang dimiliki orang-orang Jambi terhadap tamu yang berkunjung ke daerah mereka. Jumlah penari dalam tarian ini ialah 9 orang penari perempuan dan 3 orang penari laki-laki. Di antara dua belas penari tersebut satu orang bertugas memegang payung, dua orang pengawal, dan sisanya menari.

Sayangnya, hari ini antusiasme warga terhadap tarian ini berkurang. Hal tersebut terlihat dari jumlah penari yang menyusut dalam tarian ini, yaitu berjumlah enam orang, satu orang penari laki-laki yang bertugas membawa cerano, sisanya penari perempuan.

Gerakan melenggang, sembah tinggi, merentang kepak, berhias (memasang cincin, gelang, anting, serta bedak gincu dan calak), gerakan putar setengah, putar penuh menjadi bagian dari tarian ini. Gerakan tersebut dilakukan dalam posisi level rendah dan sedang sedangkan pola lantai yang dimainkan disesuaikan dengan kebutuhan dan tempat pementasan. Apabila dilakukan di gedung atau indoor pola lantai dapat dilakukan namun apabila di luar gedung atau outdoor pola lantai jarang dilakukan.

Cerano atau wadah yang berisikan lembaran daun sirih, payung, keris merupakan property yang digunakan dalam tarian ini. Untuk pakaian, para penari mengenakan baju kurung adat Jambi.  Senandung lagu rakyat Jeruk Purut  dan suara biola dan akordion berlanggam melayu dan ditemani oleh gambus, gong, dan gendang turut mengiringi tarian ini.

Para penari berhias tubuhnya dengan balutanssongket, baju kurung dalam, sedangkan hias kepala berupa sunting yang terdiri dari kembang goyang, beringin dan cempako. Pemanis lain yang juga digunakan ialah teratai, pending dan gelang. Namun, hari ini, seiring dengan perkembangan zaman, aksesoris yang dipakai bertambah. Misalnya, Gelang Kilat Bahu, Gelang Kano, Gelang Pipih dan Gelang Buku Beban atau juga disebut Gelang Puru, sedangkan sanggul Lipat Pandan, Sunting Beringin, dan Kembang Goyang menjadi perhiasan untuk kepala.

Sebenarnya, nama atau istilah dari tarian ini cukup beragam sama dengan beragamny varian tarian ini, salah satunya tari Penyambutan. Awalnya, tarian ini disebut tarian persembahan, kemudian mengalami perubahan menjadi Tari Penyambutan. Bedanya dengan tari sekapur sirih ialah bahwa tari Penyambutan adalah tari kreasi baru yang diatur sedekat mungkin dengan Tari Kejei. Jumlah penari disesuaikan dengan tempat, bisa putra bisa putri, bisa juga berpasangan.

Masyarakat Rejang Lembak menyebut tari Penyambutan dengan sebutan tari Kurak, meskipun pada akhirnya nama tari Penyambutan dipilih untuk dibakukan. Musik dan Alat Musik dalam tari Penyambutan menggunakan musik Kejei.

Gerakan tarian ini terdiri dari sembah tari, yaitu tangan diangkat di atas bahu. Kemudian penari akan melakukan sembah tamu, yaitu gerakan tangan yang mengangkat tangan ke atas dada. Setelah itu penyerah siri melakukan pose setengah jongkok dan setengah berdiri untuk tarian yang dilakukan di luar rumah, sementara itu gerakan lantai dilakukan untuk tarian yang dilakukan di dalam rumah.


Galeri Gambar


Minggu, 21 September 2014

Tari topeng klana Presentation Transcript

  • Kelompok Tari Topeng Klana Nama Anggota Kelompok:
  • Budaya tari topeng sudah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit di era Hayam Wuruk. Kitab Negarakertagama menjelaskan bahwa Hayam Wuruk menarikan tarian ini di hadapan para perempuan istana. Setelah jatuhnya Majapahit (1525), tarian ini kemudian dilestarikan oleh para Sultan dari Demak. Bukan karena tariannya yang hinduistik, tapi karena tariannya bersifat transenden (mengacu kepada sesuatu yang di luar batas pengetahuan dan kesanggupan manusia, yaitu Tuhan). Tetapi unsur islam pun dimasukkan. Dari Demak tarian ini terbawa bersama penyebaran pengaruh politik Demak. Demak yang pesisir ini memperluas pengaruh kekuasaan dan Islamisasinya di seluruh daerah pesisir Jawa, ke arah barat sampai di Keraton Cirebon. Tari topeng yang awalnya hanya untuk kalangan keraton terbuka untuk umum karena Belanda mengatur sistem pemerintahan di keraton Cirebon, yaitu kerajaan sebagai pusat pemerintahan, sedangkan urusan agama dan kesenian harus berada di luar keraton. Sehingga, tari topeng berkembang di masyarakat dan mengalami perpaduan kesenian dari wilayah setempat. Maka, tari topeng Cirebon memiliki ciri khasnya masing-masing di setiap daerah. Ada yang versi Losari, Selangit, Indramayu, Gegesik dan lain-lain. Perbedaan tari topeng dari setiap versi bisa dari penjiwaannya, gerakannya, kostum yang dikenakan, musik pengiring, dan lain-lain
  • Menurut pendapat salah seorang seniman dari ujung gebang-Susukan- Cirebon, Marsita, kata topeng berasal dari kata” Taweng” yang berarti tertutup atau menutupi. Sedangkan menurut pendapat umum, istilah kata Topeng mengandung pengertian sebagai penutup muka / kedok. Berdasarkan asal katanya tersebut, maka tari Topeng pada dasarnya merupakan seni tari tradisional masyarakat Cirebon yang secara spesifik menonjolkan penggunaan penutup muka berupa topeng atau kedok oleh para penari pada waktu pementasannya. Lalu klana sendiri mengandung arti kembara atau mencari. Bahwa dalam hidup ini kita wajib berikhtiar. Berikhtiar dengan ikhlas dan dengan cara yang halal. Ketika sudah mencapai kesuksesan, kita harus tetap bersyukur dan bertawadhu.
  • Tokoh yang diambil oleh tari topeng klana losari berasal dari cerita panji, yaitu Klana Bandopati yang jahat, sombong dan serakah. Klana ingin menikahi Candrakirana karena ia dijanjikan untuk menguasai Kerajaan Urawan. Padahal ia sudah kaya dan seorang raja di kerajaan Bantarangin. Namun, Candrakirana mencintai Jaka Bluwok. Suatu hari, Jaka Bluwok menemui Candrakirana. Pertemuan ini diketahui Klana. Klana pun marah dan menubruk Jaka Bluwok sambil meneriakinya maling namun Jaka Bluwok berhasil kabur. Klana terus mengejarnya tetapi ia salah menangkap orang. Yang ia tangkap adalah Pagutan. Pagutan pun disanderanya. Atas desakan Palasentika, Klana melepas Pagutan. Klana sangat marah pada Pagutan sehingga terjadi peperangan sengit antara mereka. Klana dipanah Pagutan, Klana pun kalah dan kembali ke asalnya.
  • Setelah tari topeng sudah tidak lagi hanya dipentaskan di keraton, semua lapisan masyarakat mengenal tari topeng. Apalagi pada waktu itu belum ada TV. Tari topeng menjadi hiburan yang sangat menarik bagi mereka.Bukan hanya di Cirebon atau di Indonesia, tari topeng klana Losari sudah dikenal di luar negeri. Pada tahun 1977, Mimi Sawitri (tokoh tari topeng Losari) dan rombongan pernah diundang pemerintah AS untuk mementaskan tari topeng klana Losari di New York. Pernah juga mereka tampil di Osaka dan Jepang pada Mei 1989. Di Hongkong pun mereka pernah tampil pada 17 Agustus 1989. Dan masih banyak lagi negara-negara yang pernah mereka kunjungi untuk menampilkan tari topeng Cirebon. Tahun 70-an merupakan puncak keemasan tari topeng Klana Losari
  •  Masa Hindu-Budha di relief Borobudur, baju tidak digunakan dalam kegiatan sehari-hari maupun dalam pertunjukan, tetapi kain hiasan di kepala dan kain penutup kaki telah digunakan.  Masa Islam di Jawa, gambaran kostum tari topeng terdapat pada naskah ’Damar Wulan’, dimana penutup tubuh atau baju tidak digunakan, tetapi hiasan kepala seperti gelungan telah digunakan, termasuk kain penutup di kaki dan celana.  Awal abad 18 dalam catatan Raffles, kostum tari topeng terlihat tidak menggunakan baju atau penutup tubuh, tetapi telah ada pemberian kain selendang yang dililitkan pada leher sebatas dada. Pada bagian kaki telah digunakan celana sepanjang mata kaki, kain penutup kaki dan hiasan kepala berbentuk setengah lingkaran.  Pada tahun 1879 penari topeng telah menggunakan kain penutup berupa kemben, celana sepanjang mata kaki, kain panjang sebagai penutup kaki dan hiasan kepala berbentuk setengah lingkaran.
  •  Pada awal abad 19, pertunjukan topeng mulai dipentaskan di jalanan, penari tidak menggunakan baju. Celana, kain dan hiasan kepala tetap digunakan  Tahun 1938, tari topeng mulai ditarikan oleh perempuan, dan kostum yang digunakan berupa kemben, kain panjang dan hiasan kepala berbentuk setengah lingkaran.  Tahun 1970an baju telah digunakan sebagai penutup tubuh, celana sebatas lutut yang disebut sontog dan hiasan kepala berbentuk setengah lingkaran.
  • Didalam semua jenis tari topeng dan semua versi, terdapat 9 gerakan pokok yang harus ada: 1)Adeg-adeg. 2)Pasangan. 3) Capang. 4)Banting Tangan. 5)Jangkungilo 6)Godeg 7)Gendut 8)Kenyut 9)Nindak/Njangka
  • Kesembilan gerakan tersebut disesuaikan dengan lubang yang terdapat pada tubuh manusia, yaitu sebagai berikut :  Dua lubang mata  Dua lubang telinga  Dua lubang hidung  Dua lubang pengeluaran  Satu lubang mulut
  • 1. Aksesoris b. Tutup Rasa c. Gelang d. Kalung Mulan Temanggal a. Sobra, Makuta, Jamang, Rawis, Kembang Melok, Picis e. Ombyok f. Gelang kaki
  • a. Baju lengan pendek b. Kerodong c. Stagen d. Celana selutut e. Selendang/soder f. Kain dodot
  • 3. Properti a. Topeng
  • Lagu yang digunakan tari topeng klana bandopati adalah Gonjing dan diteruskan dengan Sarung Ilang. Lagu ini dimainkan dengan gamelan yang menyimbolkan rukun iman. Laras yang dipakai adalah laras pelog (bertangga diatonis). Berdasarkan ritme irama gamelan, terdapat 4 bagian dalam tarian dari yang terlambat sampai tercepat yaitu dodoan, tengahan, kering dan deder. Di akhir tari, pemain gamelan memainkan transisi dengan halus yang disebut jiro untuk menandakan bahwa performance sudah selesai.
  • Gamelan tari topeng terdiri dari: 1. KENDANG 2. SARON 3. GONG 4. BONANG 5. KEMPUL 6. GENDER
  • 7. Kenong dan Jengglong 8. Gambang 9. Kempyang dan Ketuk 10.Kecrek/keprak
  • Pada awalnya tari topeng sebagai media penyebaran islam. Lalu setelah berbaur dengan masyarakat sebagai kesenian daerah yang menghibir, terdapat tiga jenis pola pertunjukan, yakni pertunjukan topeng hajatan/dinaan, topeng bebarang (ngamen), dan topeng dalam upacara komunal (Ngunjung, Ngarot, Sedekah Bumi, mapag sri dan lain-lain). Dalam pertunjukan topeng hajatan, yakni setelah tari topeng tersebut selesai, penari biasanya melakukan nyarayuda atau ngarayuda, yakni meminta uang kepada para penonton, tamu undangan, pemangku dan panitia hajat, para pedagang, dan lain- lain. Ia berkeliling seraya mengasong-asongkan kedok yang dipegang terbalik–bagian dalamnya terbuka dan bagian wajahnya menghadap ke bawah–dan kedok berubah fungsi menjadi wadah uang. Mereka memberikan uang seikhlasnya tanpa ada paksaan
  • Setelah merasa cukup, penari kembali ke panggung dan sebagai rasa terima kasih. Nyarayuda atau ngarayuda adalah sebuah pesan moral atau simbol yang mengingatkan kita tentang bagaimana sebaiknya berkehidupan di masyarakat. Klana adalah seorang raja yang kaya raya, yang tak kurang suatu apapun, namun ia masih merasa kekurangan, merasa segalanya belum cukup, sehingga ia tetap berusaha untuk mengambil sebanyak- banyaknya harta tanpa mempedulikan apakah itu hak atau batil. Itulah sebenarnya pesan yang ingin disampaikan nyarayuda, yang artinya bukan semata-mata mengemis. Hidup, sebaiknya lebih banyak memberi daripada lebih banyak meminta. Itulah pesan yang ingin disampaikan.
  • Pertunjukan topeng bebarang adalah pertunjukan keliling yang dilakukan atas inisiatif sebuah rombongan topeng. Bebarang (bhs. Jawa) artinya sama dengan ngamen atau pertunjukan keliling. Pertunjukan topeng kecil atau topeng babakan, adalah tontonan jalanan yang dimainkan oleh orang-orang yang berkeliling (wong bebarang) yang melakukan pertunjukan di mana saja menurut permintaan orang yang menanggap, sedangkan bentuk penyajiannya diatur menurut babakan, sesuai dengan banyaknya “babak” yang diminta. Satu tarian dianggap satu babak. Personal topeng bebarang, biasanya hanya sekitar tujuh sampai dengan delapan orang. Gamelannya dibawa dengan cara dipikul. Oleh karena itu, tak banyak istrumen/gamelan yang dibawa. Gamelan bebarang termasuk gamelan ensembel kecil terdiri atas: dua buah saron, kendang indung dan kulanter, gong dan kiwul, kecrek/keprak, tutukan dan kebluk. Topeng bebarang biasanya dilakukan manakala di daerah tempat tinggal mereka musim paceklik tiba dan di daerah lain tengah musim panen.
  • 1. Mimi Rasinah dari Indramayu 2. Mimi Sawitri dari Losari 3. Arja Sudjana dari Slangit
  • Tari topeng merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Untuk itu kita sebagai generasi penerus bangsa hendaknya melestarikan budaya-budaya yang sudah ada dengan cara mendekati sanggar kesenian termasuk sanggar tari dengan demikian kita bisa tahu dan bisa mempelajari akan budaya bangsa Indonesia yang banyak dikagumi oleh masyarakat dalam negri ataupun di Luar negeri

Tari Piring

Tari Piring

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penari tari piring yang tengah memijak piring pecah
Tari Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang adalah salah satu seni tari tradisonal di Minangkabau yang berasal dari kota Solok, provinsi Sumatera Barat. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piring sebagai media utama.[1] Piring-piring tersebut kemudian diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa terlepas dari genggaman tangan[2]. Tari Piring merupakan sebuah simbol masyarakat Minangkabau. Di dalam tari piring gerak dasarnya terdiri daripada langkah-langkah Silat Minangkabau atau Silek.[3]

Sejarah

Pada awalnya, tari ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah. Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang dinamis[4].
Setelah masuknya agama Islam ke Minangkabau, tradisi tari piring tidak lagi digunakan sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa[5]. Akan tetapi, tari tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada acara-acara keramaian.

Gerakan

Gerakan tari piring pada umumnya adalah meletakkan dua buah piring di atas dua telapak tangan yang kemudian diayun dan diikuti oleh gerakan-gerakan tari yang cepat, dan diselingi dentingan piring atau dentingan dua cincin di jari penari terhadap piring yang dibawanya. Pada akhir tarian, biasanya piring-piring yang dibawakan oleh para penari dilemparkan ke lantai dan kemudian para penari akan menari di atas pecahan-pecahan piring tersebut[6].
Tarian ini diiringi oleh alat musik Talempong dan Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah ganjil yang terdiri dari tiga sampai tujuh orang. Kombinasi musik yang cepat dengan gerak penari yang begitu lincah membuat pesona Tari Piring begitu menakjubkan. Pakaian yang digunakan para penaripun haruslah pakaian yang cerah, dengan nuansa warna merah dan kuning keemasan.


1. Judul Tari  :
·        Tari Merak
2. Asal Daerah          :
·        Jawa Barat
Tari ini diciptakan oleh seniman Sunda Raden Tjetje Sumantri.
3. Tema Tari  :
·        Kegiatan Binatang
Tari ini merupakan penggambaran kehidupan binatang, yaitu burung merak. Gerakannya pun menggambarkan kehidupan merak. Kostumnya pun mirip seperti merak yang terlihat dari bulunya.



4. Jenis Tari   :
·        Tari Kreasi Kontemporer
Tari kreasi kontemporer merupakan tari yang diciptakan dengan berbagai gerakan kreasi sendiri atau bebas. Tari kreasi ini tidak mengandung tarian tradisional rakyat maupun tarian tradisional klasik.
5. Fungsi Tari            :
·        Sarana Hiburan
Sebagai sarana hiburan. Tari ini banyak dipertunjukkan diberbagi acara. Tari ini tidak hanya dikenal di Indonesia tapi juga cukup dikenal di luar negri. Kadang juga digunakan untuk penyambutan tamu.
·        Sarana Pendidikan
Sebagai sarana pendidikan yang diajarkan pada siswa PAUD, TK, SD, SMP, SMA, maupun mahasiswa sebagai seni tari. Terutama diajarkan pada pelajar Jawa Barat.
6. Musik Pengiring   :
·        Musik Eksternal
Iringan music eksternal merupakan iringan music yang berasal dari luar penari. Seperti sound atau alat music pengiring lainnya. Terkadang juga ada bunyi yang ditinbulkan oleh sayap penari.
7. Tata Busana, Tata Rias, dan Assesoris :
·        Tata Busana Karakter
Disini penari menggunakan kostum seperti merak yang memiliki sayap. Tentunya memiliki karakter tersendiri. Tapi untuk warna bermacam. Terdapat selendang yang dililitkan pada pinggang. Ada juga hiasan kepala (mahkota).
·        Tata Rias Biasa
Tata riasnya sama seperti tat arias pada umumnya. Tapi ada yang menonjol yaitu bagian bawah mata yang diberi eyeshadow dan goresan eyeliner. Tapi bias diganti dengan hiasan diamond di pelipis.
·        Assesoris
Pada tarian merak ini tidak ada assesoris pendukung.
8. Tata Pentas            :
·        In Door Permanen (Prosenion)
·        In Door Non Permanen (Portable)
·        Out Door Permanen
·        Out Door Non Permanen (Portable)
9. Koreografi :
·        Tari Kelompok atau Tari Massal
Tari ini ditarikan secara kelompok. Bias juga secara massal lebih dari 100 penari.
10. Property  :
·        -
Tari ini tidak menggunakan property.
11. Deskripsi :
Tari Merak merupakan salah satu ragam tarian kreasi baru yang mengekspresikan kehidupan binatang, yaitu burung merak. Tata cara dan geraknya diambil dari kehidupan merak yang diangkat ke pentas oleh Seniman Sunda Raden Tjetje Somantri.
Merak yaitu binatang sebesar ayambulunya halus dan dikepalanya memiliki seperti mahkota. Kehidupan merak yang selalu mengembangkan bulu ekornya agar menarik burung merak wanita meninspirasikan R. Tjetje Somantri untuk membuat tari Merak ini.
Dalam pertunjukannya, ciri bahwa itu adalah terlihat dari pakaian yang dipakai penarinya memiliki motif seperti bulu merak. Kain dan bajunya menggambarkan bentuk dan warna bulu-bulu merak; hijau biru dan/atau hitam. Ditambah lagi sepasang sayapnya yang melukiskan sayap atau ekor merak yang sedang dikembangkan. Gambaran merak bakal jelas dengan memakai mahkota yang dipasang di kepala setiap penarinya.
Tarian ini biasanya ditarikan berbarengan, biasanya tiga penari atau bisa juga lebih yang masing-masing memiliki fungsi sebagai wanita dan laki-lakinya. Iringan lagu gendingnya yaitu lagu Macan Ucul biasanya. Dalam adegan gerakan tertentu terkadang waditra bonang dipukul di bagian kayunya yang sangat keras sampai terdengar kencang, itu merupakan bagian gerakan sepasang merak yang sedang bermesraan.
Dari sekian banyaknya tarian yang diciptakan oleh Raden Tjetje Somantri, mungkin tari Merak ini merupakan tari yang terkenal di Indonesia dan luar negeri. Tidak heran kalau seniman Bali juga, diantaranya mahasiswa ASKI Denpasar menciptakan tari Manuk Rawa yang konsep dan gerakannya hampir mirip dengan tari Merak.